Kebakaran Kampung Dukuh: Naskah Kuno Disalin Ulang pada Kertas Daluang

Bandung, Kompas - Upaya penyelamatan dan pelestarian sisa-sisa peninggalan bersejarah masyarakat adat Kampung Dukuh di Garut selatan yang ikut musnah terbakar, Kamis (5/10) lalu, terus dilakukan. Salah satunya dengan melakukan penyalinan ulang naskah-naskah hasil kopian ke dalam kertas daluang.
"Saat ini, tiga bab (dari total tujuh) naskah sudah disalin ulang. Sekarang ini sudah ada di Disbudpar Garut. Jika memang diperlukan, kami akan mendatangkan filolog dari Unpad (Universitas Padjadjaran) maupun ahli serupa dari Museum Sri Baduga untuk ikut membantu menyusunnya," ujar Kepala Balai Kepurbakalaan, Sejarah, dan Nilai Tradisional Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat Prama Putra, kemarin.
Menyusul musibah kebakaran yang menghanguskan sekitar 51 bangunan dan sejumlah barang pusaka, naskah kuno dengan tulisan arab gundul (pegon) milik warga Kampung Dukuh ikut musnah. Beruntung, dua salinannya masih sempat diselamatkan oleh kuncen setempat.
Salinan itulah yang kini dijadikan dasar untuk penyusunan ulang naskah ke dalam bahan semula, yaitu kertas daluang. Secara keseluruhan, naskah ini terdiri dari tujuh bab, yang antara lain berisikan silsilah masyarakat adat, pantangan dan tata cara adat, serta berbagai sejarah mulai dari pendirian Kampung Dukuh dan dunia hingga ramalan (uga) sesepuh.
Mengenai pengganti barang-barang pusaka yang hilang, Prama menyarankan perlu dibuat semacam replika, asalkan bentuk dan fungsinya sesuai dengan aslinya atau paling tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Hal ini bisa dilakukan melalui rekonstruksi imajinasi. Artefak pun bisa dibuatkan replikanya. Memang berkurang nilai keontetikannya. Namun, dalam kacamatan pelestarian, ini bisa dibenarkan. Yang penting nilai sejarahnya jangan sampai hilang ataupun putus," ujarnya. Legitimasi
Senada dengan Prama, Kepala Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Universitas Padjadjaran Nina Herlina Lubis berpendapat, pusaka itu merupakan obyek konstruktivitas budaya lokal. Untuk itu, keberadaannya pun mestinya tidak bersifat abadi, dan bisa tergantikan selama mendapat legitimasi dari masyarakat terkait.
"Naskah kuno itu juga bisa dikategorikan pusaka oleh mereka. Fungsinya tetap sebagai alat legitimasi (eksistensi) mereka. Untuk itu, kita menghargai mereka yang tidak mau menyimpannya di museum atau tempat yang lebih aman karena ini akan menghilangkan nilai legitimasi. Namun, sekali lagi, ini kembali kepada masyarakatnya," ia menambahkan.
Untuk mengatasi persoalan musnahnya pusaka dan naskah kuno ini, lanjutnya, tidaklah sesulit yang dibayangkan. Mengenai pusaka, ternyata tidak seluruhnya musnah. Salah satu pusaka berupa golok panjang (punlember) diketahui berhasil diselamatkan seorang warga saat penyepenan (penyimpanan pusaka) habis terbakar.
Penyusunan ulang naskah kuno juga tidak terlalu sulit. (jon)
Print This Page
0 Kommentare:
Post a Comment